Wanita Ilmuwan Beralih Ke Islam, Karena Tidak Yakin Yesus itu Tuhan
Redaksi – Sabtu, 23 Jumadil Akhir 1434 H / 4 Mei 2013 19:06 WIB
Lahir
tahun 1953 di Linz kota di Austria, saya menghabiskan masa kecil saya di Munich
(Jerman) sampai kami pindah ke Salzburg (Austria) ketika saya berusia 16 tahun.
Saya dibesarkan dengan cara Kristen konservatif. Orang tua saya orang
Kristen Protestan yang ketat, yang percaya pada Alkitab dan berdoa kepada Yesus
sebagai anak Tuhan. Mereka mendidik saya untuk menjaga standar yang tinggi
dalam moral dan etika.
Setelah saya lulus SMA, saya mulai mempelajari biologi dan secara parallel
saya juga bekerja ‘setengah hari’, di Universitas Salzburg.
Karena saya tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Kristen dari gereja
Protestan, orang tua saya kemudian mengatur saya untuk berhubungan dengan
gereja evangelis, ‘Pembaptis masyarakat’ (sebuah gereja Kristen perwakilandari
gereja yang terkenal berpengaruh di Amerika Serikat).
Saya di sana
menjadi anggota aktif dan bahkan menjadi pemimpin kelompok mahasiswa. Saya
mempelajari Alkitab beberapa kali dan percaya pada dogma Yesus sebagai anak dan
bagian dari Tuhan, dan keselamatan semua umatnya karena adanya penghapusan dosa
hanya dengan pengorbanan Yesus di salib.
Tetapi beberapa tahun kemudian, masih di komunitas yang sama, saya mulai
memiliki keraguan , saya tidak bisa lagi menerima dasar iman Kristen , karena
bertentangan dengan penalaran logika saya. Meskipun saya berulang kali
diberitahu bahwa ini adalah misteri Allah dan ini masalah iman . Tapi aku
bersikeras bahwa aku hanya bisa percaya bahwa Yesus adalah manusia dan ia hanya
seorang nabi yang punya hubungan khusus dengan Allah, yang ditugaskan
menyampaikan kepada umat tentang ajaran kehidupan dan ajaran-ajarannya.
Saya menikah dengan seorang pria dari gereja Pembaptis dan saya
menyelesaikan studi hingga mencapai gelar doktor. Dari pernikahan itu
saya dianugerahkan dua anak , tetapi kami bercerai dan saya meninggalkan gereja
Pembaptis, juga karena keraguan saya tentang dasar agama Kristen.
Aku harus mencari pekerjaan penuh waktu, karena aku sendirian bertanggung
jawab untuk anak-anak saya, tapi alhamdulillah saya mendapat pekerjaan yang
sangat baik di Universitas Salzburg.
Aku puas untuk mendapatkan hasil jerih payah sendiri untuk memastikan
independensi keuangan.
Pengetahuan saya tentang Islam saat itu hanyalah prasangka buruk persis yang
diceritakan para pendeta Kristen dan juga diperkuat oleh media.
Aku menikah untuk kedua kalinya dan aku masih mencari kebenaran. Namun
pernikahan kedua itu lagi berubah menjadi bencana dan akhirnya pernikahan kedua
inipun diakhiri dengan perceraian. Sama seperti pada kasus pertama, alasan
perceraian adalah bahwa suami saya mengambil manfaat dari posisi saya, uang dan
keinginan saya untuk harmonis. Dia tidak mendukung saya dengan keuangan,
bantuan praktis atau bahkan bantuan psikologis atau membantu merawat bagi
anak-anak. Tapi saat ini, aku sudah merdeka dengan dasar yang kuat dalam hidup
saya: saya telah menjadi profesor di universitas itu dengan tanggung jawab yang
besar untuk pekerjaan saya.
Karena saya tidak menemukan kebahagiaan dalam kehidupan pribadi saya, tapi
terus-menerus dipenuhi dengan pekerjaan ganda, pekerjaan, anak-anak dan rumah
tangga, saya menderita depresi kelelahan selama beberapa tahun. Saya hanya
terus berjalan dalam bahtera kehidupan antara tanggung jawab membina anak-anak
saya dan pekerjaan saya.
Setelah perceraian kedua saya tinggal bersama dengan seorang pria yang jauh
lebih muda selama 9 tahun tanpa menikah, seperti yang biasa dilakukan di
dunia barat. Ketika dia meninggalkan saya karena ada wanita yang lebih
muda, saya mulai menata kembali hidup saya sebagai single , sendiri dan sendiri
, tanpa berharap akan ada pria lagi. Aku punya pekerjaan yang baik, anak-anak
sudah menjelang dewasa, apartemen yang bagus, mobil, dan hobi seperti mendaki
gunung, ski .. Saya bisa berdiri di atas kedua kakiku sendiri. Tapi aku tidak
menyerah mencari kebenaran.
Saya tidak pernah punya kontak dengan agama dan saya tidak ingin berhubungan
dengan orang-orang ini, karena tampaknya mereka yang mengaku beragama terkesan
“menakutkan dan kaku” .
September 2002, ketika saya dibujuk oleh seorang teman untuk menghabiskan
seminggu liburan . akhirnya saya setuju, dan kami harus memesan penerbangan di
menit terakhir dan menemukan tawaran yang sangat murah untuk travel ke Mesir.
Tujuan saya adalah untuk bersantai,. Satu-satunya urusan saya sama sekali tidak
tertarik adalah untuk bertemu seorang pria lagi di manapun.
Malam pertama di hotel yang sangat indah dan aku pergi ke restoran prasmanan
untuk makan malam, ketika aku melihat Walid , seorang pria lokal untuk pertama
kalinya, seorang juru masak di hotel dan kelak menjadi suami saya yang ‘ketiga’
nantinya. Saat mata kami bertemu, kok aku jatuh cinta ya . Walid mengatakan hal
yang sama kemudian. Kami tidak berkomunikasi selama dua hari lagi sampai Walid
mulai menulis surat.
Salah satu saran pertama ia mengusulkan kepada saya adalah bahwa kita harus
menikah. Sisa liburan seminggu saya ini tidak cukup waktu membuat keputusan ,
pikiran saya untuk prasangka baik dan banyak keraguan bergejolak di kepala saya
dan bertempur dengan adanya rasa kasih sayang dalam hati saya.
Lalu aku pulang kembali ke Austria. Saya menyadari bahwa kami
punya hambatan yang jelas karena perbedaan di antara kami (umur, budaya, agama,
pendidikan dan bahasa) . Memang hambatan itu adalah pendapat dari masyarakat
tetapi bukan dari pengalaman saya sendiri. Akhirnya saya berencana untuk
kembali ke Mesir dua bulan kemudian untuk memberikan kesempatan untuk cinta .
Allah mulai tampak membimbing hidup saya. Beberapa hari setelah saya kembali
ke Austria,
seorang wanita dari Mesir mulai bekerja sebagai tamu ilmuwan di lembaga saya
selama satu tahun. Dua minggu kemudian saya mulai mengunjungi kursus bahasa
Arab di universitas yang ditawarkan oleh seorang profesor dari Mesir. Mereka
juga mengajarkan banyak tentang Islam, budaya dan bahasa Arab, yang aku berniat
untuk belajar untuk mempermudah komunikasi dengan Walid.
Tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang Islam, saya membeli banyak
buku dan terjemahan Quran (dari buku karya Murad Hofmann, duta besar
Jerman, yang masuk Islam sebelumnya). Saya sangat terkejut pemahaman saya
tentang Allah dan dunia tercermin oleh Al-Quran. Saya menemukan kesesuaian
dengan “Perjanjian Lama” dan “Perjanjian Baru” dengan Injil Yesus, tetapi tanpa
dogma gereja bahwa Yesus dianggap sebagai anak Tuhan.
Pada kunjungan kedua di Mesir, saya menemukan bahwa Walid adalah orang yang
sangat serius yang berasal dari sebuah keluarga besar petani, kami
mengunjungi keluarganya bersama-sama. Pada malam pertama, kami menikah dengan surat nikah lokal, Surat
nikah tersebut yang melindungi kita setidaknya terhadap polisi dan juga
menyempurnakan hukum Islam sebagai bukti pernikahan antara pria dan wanita dan
bukan hubungan di luar nikah.
Setelah perjalanan ini saya bepergian tiga kali ke Mesir, sampai kita bisa
menikah secara resmi di Kairo, dan sampai kami memiliki visa untuk Walid agar
dia bisa ikut aku ke Austria.
Segera setelah suami saya datang ke Austria,
kami menghubungi masjid di Salzburg
dan saya membeli lebih banyak buku
Selama tahun ini secara perlahan saya mulai belajar hal-hal tentang
Islam dengan membaca buku-buku dan dengan bantuan teman-teman Muslim saya di
Austria. Anehnya saya juga dihubungi oleh Universitas Kairo sebagai penguji
tesis.
Dua buku yang penting yang membuat saya terbelalak adalah, buku karya
Maurice Bucaille “Alkitab, Quran dan Ilmu Pengetahuan Alam”, yang
membuktikan bahwa semua pernyataan ilmiah dalam Al-Quran sesuai dengan
penelitian ilmiah terbaru, dan “Injil Barnabas”, di mana Yesus mengabarkan
kedatangan Nabi Muhammad dan ia menolak untuk dipuja sebagai Tuhan, itu
hal yang membuka mata saya.
Dalam beberapa kunjungan ke Mesir , akhirnya aku menemui seorang Muslimah
yang baik sebagai teman dekat. Saya terkesan bahwa kebanyakan muslim termasuk
yang masih muda , mereka-berbicara secara terbuka dan mereka sangat hormat
terhadap Allah dan Islam
Al-Qur’an menegaskan tidak hanya menjelaskan tentang Tuhan dan dunia, tetapi
semua pernyataannya, misalnya tentang ilmu alam, tidak ada kontradiksi dengan
kenyataan. Aku diizinkan dan bahkan didorong untuk menggunakan logika saya!
Saya menemukan bahwa Islam bukanlah agama baru, tapi “pembaruan” dari akar
agama samawi untuk orang Yahudi dan Kristen. Karena Nabi Abraham sebagai
bapak semua agama monoteistik dan nenek moyang para nabi , termasuk Yesus. Nabi
terakhir Muhammad merupakan penyempurna para nabi dengan membawa syariat
sempurna .
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya! Jika
ini adalah kebenaran dan saya percaya ini, saya harus menerima Al-Quran secara
keseluruhan termasuk hukum apapun didalamnya . Saat itu aku ragu-ragu untuk
membuat langkah beralih ke Islam , karena saya tahu konsekwensinya , bahwa bila
saya pindah ke Islam maka saya harus ikuti dan menjaga aturannya juga ,
menerima pembatasan untuk hidup saya (misalnya tidak ada alkohol, tidak ada
daging babi) dan berperilaku dalam cara yang tidak bertentangan dengan Al-Quran
dan Sunnah.
Pada awal bulan Ramadhan 2004, Walid bertanya kepada saya, apakah saya ingin
melakukan langkah terakhir untuk mengubah agama saya. Dan saya akhirnya
menerima Islam saat itu. Lalu kami mengundang beberapa saudara dan saudari dan
saya berbicara tentang mati syahid (pembuktian akan Iman). Saya sudah
belajar bagaimana berdoa dan mulai berdoa seperti biasa. Tentu saja, aku sudah
ikutan berpuasa di bulan Ramadan.
Saya sangat senang sekarang saya menjadi bagian dari umat Muslim. Saya
mencoba untuk meningkatkan iman kepada Allah dan menambah pengetahuan tentang
Islam dan berkomitmen memenuhi hukum syariah Islam sebaik mungkin.
Masih dua masalah utama yang tersisa. Pertama yaitu keluarga besar saya.
Meskipun mereka telah tahu pendapat saya tentang Islam, saya tidak bisa
memberitahu kepada mereka bahwa saya telah mualaf. Mereka sudah tua dan sakit
dan bila saya sampaikan mengenai keislaman saya bisa jadi akan terjadi sesuatu
terhadap mereka akan kesehatannya, pikirku saat itu. Masalah yang kedua , saya
belum bisa mengenakan jilbab di tempat kerja dan di daerah di mana saya
dikenal. Meskipun di Austria Islam adalah sebuah agama yang dikenal, tapi
masyarakat disana masih memiliki masalah untuk menerima Islam dan terutama
pemakaian jilbab sebagai simbol. Karena tugas publik saya, dengan penggunaan
jilbab saya akan mendapatkan banyak masalah di tempat kerja, terutama yang
mempengaruhi kelompok kerja saya di universitas.
Di sisi lain, walau masih belum gunakan jilbab , saya menggunakan setiap
kesempatan untuk berbicara tentang Islam. Saya mencoba untuk hidup sebagai
seorang muslimah yang baik, untuk menerapkan Islam dan memberikan contoh yang
baik.
Allah pada akhirnya membantu saya untuk menemukan cara yang tepat dalam
permasalahan saya dan pencarian saya akan kebenaran, Alhamdulillah.
-Amina islam -
Sumber : OnIslam.net