Troy Bagnal : Kristen Mengajarkan Doktrin-doktrin Yang Membingungkan
Namanya Troy Bagnal. Usianya hampir 23 tahun dan tercatat sebagai
mahasiswa Arizona di State University (ASU) program studi film dan
media. Pemuda asal Phoenix, Arizona ini menjadi seorang mualaf pada
bulan Februari 2009 lalu.
Bagnal mengaku banyak alasan yang membuatnya memutuskan untuk menjadi
seorang Muslim. Yang jelas, Bagnal sudah tertarik dengan agama Islam
sejak lama, karena Islam dan Muslim selalu menjadi isu hangat di Barat.
Bagnal menyukai sejarah kuno dan sejarah dunia, termasuk masalah perang
dan politik. Ia rajin mengikuti perkembangan informasi tentang konflik
di Suah, Somalia, Palestina, Irak, Afghanistan, Pakistan, Chechnya,
Lebanon dan daera-daerah konflik lainnya.
“Saya melakukan riset tentang konflik-konflik itu agar saya mengerti
apa sebenarnya yang terjadi dan bersikap adil serta tidak bias dalam
memandang konflik-konflik itu karena media massa di sini (AS) cenderung
samar dalam memberitakan konflik-konflik tersebut,” kata Bagnal.
Ketika mempelajari konflik-konflik yang memang kebanyakan bersentuhan
dengan umat Islam itulah Bagnal mulai tertarik untuk mempelajari
sejarah dunia Islam. “Saya banyak menghabiskan waktu untuk mempelajari
sejarah dan budaya dunia Islam. Saya juga mengambil mata kuliah
Peradaban Islam di AS. Sejalan dengan minat saya pada sejarah dan budaya
dunia Islam, saya juga tertarik dengan agama Islam itu sendiri,” papar
Bagnal menceritakan awal ketertarikan pada Islam.
Bagnal dibesarkan dalam keluarga yang menganut agama Kristen, tapi ia
tidak lagi menjalankan ajaran Kristen sejak usia 15 tahun. Menurutnya,
ajaran Kristen membuatnya bingung dan tidak logis. “Konsep Trinitas dan
doktrin penebusan dosa sangat tidak masuk akal. Di Alkitab sendiri
terdapat ayat-ayat yang kontradiksi dengan doktrin penebusan dosa itu,”
ujar Bagnal.
Ketika mengambil mata kuliah Sejarah Islam, Bagnal bertemu dengan
seorang Muslim bernama Mohammad Totah. Selain memiliki pengetahuan yang
dalam tentang Al-Quran, Totah juga paham isi Alkitab dan memiliki
wawasan yang luas tentang agama Islam, Kristen dan Yahudi.
“Kami banyak berdiskusi tentang perbandingan ketiga agama itu. Saya
juga melakukan riset sendiri dan saya menemukan bahwa ajaran Kristen
banyak yang bertentangan dengan isi Alkitabnya. Saya banyak belajar
bahwa banyak ayat-ayat dalam Alkitan yang sebenarnya juga mendukung
Islam,” kata Bagnal.
Ia melanjutkan, “Satu hal yang juga saya temui di Injil Barnabas,
dalam injil disebutkan tentang kedatangan Muhammad (Saw). Tapi injil ini
dihapus dari Alkitab.”
“Tentang Al-Quran. Saya menilai Al-Quran lebih simpel dan mudah
dipahami. Islam sendiri sangat simpel, tidak bertele-tele dan tidak ada
doktrin-doktrin yang membingungkan. Islam tidak mengajarkan keyakinan
buta seperti dalam ajaran Kristen,” tukas Bagnal.
Ia mengungkapkan, semakin banyak ia mempelajari Islam, ia semakin
menyadari bahwa agama Islam lebih logis dibandingkan ajaran Kristen yang
pernah ia ketahui. “Saya bahkan lebih banyak tahu tentang Alkitab dan
kekristenan sejak saya masuk Islam dibandingkan ketika saya masih
seorang Kristiani,” aku Bagnal.
“Sekarang, sebagai seorang Muslim, saya merasa lebih dekat dengan
Tuhan. Saya mempelajari bagaimana agama-agama dibangun dan disebarkan ke
seluruh dunia. Dan saya tahu, Barat menggambarkan Islam sebagai agama
yang eksotis dari belahan timur. Tapi semua nabi-nabi mengajarkan hal
yang sama yaitu penyerahan diri dan kepatuhan pada Tuhan,” papar Bagnal.
Bagnal terkadang merasa frustasi melihat bagaimana media massa selalu
memberikan gambaran yang negatif tentang Islam. “Saya tahu ada konflik
dan kekerasan di beberapa belahan dunia Islam, tapi konflik-konflik itu
tidak lebih bermotifkan politik saja,” tuturnya.
Sebagai orang yang baru masuk Islam, Bagnal mengakui agak berat untuk
mempraktekkan ajaran-ajaran Islam, apalagi ia tinggal di AS dan media
massa di negaranya selalu mengedepankan stereotipe yang buruk tentang
Islam. “Tapi itu bukan masalah besar buat saya, karena saya lebih banyak
menghabiskan waktu di studio. Saya juga banyak mendapatkan pertanyaan
berkaitan dengan situasi politik dan budaya Timur Tengah dan saya harus
menjelaskan pada mereka perbedaan antara Islam, ideologi politik dan
praktek-praktek budaya,” ujar Bagnal.
“Timur Tengah jelas menjadi jantung dunia Islam. Yang mengecewakan,
media Barat membuat stereotipe bahwa orang Islam pastilah orang Timur
Tengah, padahal Muslim tersebar di seluruh dunia. Saya pikir ada nuansa
rasial dalam stereotipe itu, Barat harus mengetahui fakta bahwa Kristen
dan Yahudi juga berasal dari Timur Tengah, seperti halnya Islam,”
sambung Bagnal.
“Pendek kata, saya memilih Islam sederhana saja karena saya
mengakuinya sebagai agama yang asli dari Tuhan. Islam itu sederhana,
tidak bertele-tele dan tidak membingungkan saya. Saya mencintai Islam
karena mengajarkan persatuan bagi seluruh pemeluknya. Islam membantu
saya untuk menjadi orang yang lebih baik,” tandas Bagnal.
Menurut Bagnal, ia merasa nyaman menjalankan ajaran Islam. Islam
membantunya untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, bagaimana
menghadapi stress dan mengatasi persoalan hidup. Bagnal berharap
masyarakat Barat memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang dunia
Islam, tentang agama Islam yang sebenarnya dan tidak hanya mendengarkan
hal-hal negatif tentang Islam yang digambarkan media massa.
“Semoga cerita saya ini menginspirasi mereka yang berminat dengan
agama Islam dan ingin mempelajari agama Islam lebih dalam,” harap Bagal.
(Red/iol)